Sabtu, 12 Agustus 2017

Perihal WPAP dan doa WPAPer

Tags


Tentu tidak lagi penting bagi masyarakat awam bagaimana karya seni itu tercipta dan berkembang. Namun beda halnya dengan mereka yang menjadikan seni itu ada. Begitupula dengan para WPAPer–sebutan desainer seni WPAP–. Sebagian besar WPAPer Indonesia menganggap mengetahui sejarah dan perkembangan WPAP adalah hal yang penting. Mengapa demikian? Banyak hal yang dapat membenarkan anggapan tersebut. Salah satunya untuk bisa memberitahukan pengetahuan bagi para penikmat dan pembeli jasa WPAP mereka. Lebih dari itu banyak WPAPer yang merasa mengemban tugas mulia untuk memasyarakatkan WPAP. Tentu bukan hal baru jika WPAP adalah salah satu seni pop art asli Indonesia yang mendunia.
Sejarah dan aturan main
Membicarakan sejarah tanpa data tentu tidak dibenarkan. Sebisa mungkin kami memberikan data yang dapat dipertanggung jawabkan. Tidak sulit untuk mengetahui sejarah adanya WPAP. Dilansir dari Wikipedia bahasa Indonesia. “WPAP atau Wedha's Pop Art Potrait adalah suatu gugus seni ilustrasi potret wajah yang bersaling-silang secara geometri dengan penggunaan kontradiksi warna-warna khusus. Dimensi dari gambar yang di-trace (gambar ulang dengan acuan) tidak berubah, sehingga penampakan akhir dari objek yang di transformasi jelas dan menyerupai aslinya sehingga mudah dikenali.” artinya adalah, WPAP adalah suatu kelompok seni gambar dari foto wajah yang terdiri dari garis-garis yang bertemu–bertabrakan– dengan penggunaan warna yang bertentangan atau berlawanan. Digambar ulang seeperti foto aslinya, hingga hasil akhirnya nanti WPAP dapat dikenali tanpa harus melihat foto aslinya.
“Teknik melukis ini ditemukan oleh Wedha Abdul Rasyid, seniman grafis asal Pekalongan, Jawa Tengah, pada tahun 1990. Awal kepopuleran WPAP adalah ketika digunakan untuk mengilustrasi cerita-cerita karya Arswendo Atmowiloto dan Hilman Hariwijaya di majalah Hai.” (Wikipedia Bahasa Indonesia)
Sebelum bernama WPAP, Wedha menamakan seni ini Foto Marak Berkotak. Berawal dari tahu 1991 Wedha merasa matanya sudah mulai buram karena faktor usia yang semakin tua, hingga mengalami kesulitan untuk membuat gambar-gambar seni realis. Hingga akhirnya menemukan aliran seni baru, yang diberi nama Wedha’s Pop Art Potrait.
“Sampai akhirnya ada seorang bernama Gumelar, Ketua Jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Multimedia Nusantara yang terkagum-kagum dengan karya Wedha dan berupaya menyebarluaskan aliran seni ini ke seluruh Indonesia. Alhasil, di berbagai kota, sekarang ini sudah terbentuk komunitas seni yang menggilai teknik WPAP. Popularitas WPAP di Indonesia menjadikan teknik ini disebut sebagai aliran wedhaisme.” (Wikipedia Bahasa Indonesia)
Wedha menentukan sendiri aturan main utama dalam pembuatan WPAP yang diakuinya sedikit ketat. “Pertama tidak boleh ada kurva. Kedua tidak ada warna skintone, karena warna skintone itu sebagus apapun atau serumit apapun facet-nya atau bidang-bidangnya dari jauh tertap saja seperti foto biasa. Kalau sudah jadi foto biasa ngapain? Padahal niatan awal kita itu menyajikan sesuatu dengan menu rasa yang berbeda.” (Wedha, Metro tv)
Bulan Juni 2010, komunitas WPAP mulai terbentuk. Komunitas kian berkembang hingga hampir seluruh kota-tota besar terdapat komunitas WPAP. Salah satunya WPAP Chapter Semarang. Kini kian banyak orang yang bergabung dalam komunitas WPAP Indonesia. Dalam WPAP Chapter Semarang, tidak ada syarat khusus untuk masyarakat bergabung dalam komunitas. Cukup dengan datang dan berpartisipasi dalam event WPAP Chapter Semarang, tentu saja dibarengi dengan keinginan belajar WPAP.

Perkembangan Pengaplikasian WPAP
Jika dalam sejarahnya Wedha menggunakan WPAP sebagai ilustrasi dalam tulisan di majalah Hai, maka saat ini WPAP sudah dapat berdiri sediri. Semakin banyak desainer yang menawarkan jasa pembutan WPAP dengan kualitas dan harga yang beragam. Tidak hanya dipasarkan dalam bentuk cetak dengan bingkai saja. Banyak WPAPer yang mengaplikasikan karyanya dalam media yang beragam. Seperti cangkir, bantal, kaos, dan lain sebagainya.
Baru-baru ini salah satu penggiat WPAP Chapter Semarang, Ratna Purnamasari berhasil menelurkan karyanya berupa buku. Buku kumpulan cerpen yang berisi 22 cerpen dengan tebal 122 halaman itu bersampul WPAP. Berjudul Kemunafikan Macam Apa yang Diajarkan Cinta 2 akan resmi terbit Oktober mendatang.
Sebelum Ratna, ada banyak penulis menampilkan wajah WPAP dalam sampul buku mereka. Sebut saja Brili Agung, penulis 29 buku yang hampir semua best seller itu mempercayakan salah satu sampul bukunya berwajah WPAP. Buku tersebut berjudul Unusual Business. K. H. Husein Muhammad penulis buku Gus Dur dalam Obrolan Gus Mus, Wajah Gus Dur dan Gus Mus dalam sampul menggunakan teknik WPAP. Sujiwo Tejo menulis buku Serat Tripama 2 yang juga memilih WPAP untuk sampul bukunya. Selain itu masih banyak lagi penulis yang memilih WPAP sebagai perwajahan sampul buku mereka.
“Penerbit menawarkan dua desain sampul, dan saya menawarkan WPAP nosebag sampul buku kedua saya dan mereka menyambut baik. Rasanya WPAP selalu cocok untuk semua kondisi, sedih atau senang, acara resmi atau tidak WPAP dapat hadir dikeduanya. Bangga dapat menampilkan WPAP dalam sampul buku saya.” (Ratna, 2017)
“Kemunafikan Macam Apa yang Diajarkan Cinta 2 menawarkan sebuah hati, bukan untuk dipinjamkan tapi untuk diberikan. Membicarakan soal cinta memang membutuhkan waktu lama dan tidak selesai-selesai. Banyak sudut pandang untuk satu kata itu. Saya tidak tahu apapun tentang cinta, saya justru yang ingin bertanya Kemunafikan Macam Apa yang Diajarkan Cinta? Tunggu saja Oktober nanti, kami akan datang untuk membaperkanmu.” (Ratna, 2017)
Untuk yang ingin tahu lebih banyak atau memesan buku tersebut dapat menghubungi Ratna di Instagramnya @Nana.ratnapurnama.

Doa
Dalam sampul belakang buku Wedha dan WPAP tertulis harapan Wedha untuk WPAP. IMPIAN INDONESIA, kalimat awalnya tertulis dengan huruf kapital. Kalimat selanjutnya lebih panjang.
“Impian, cita-cita atau harapan akan berkembang berbanding lurus dengan kualitas dan intensitas dari upaya untuk mewujudkannya. Itulan yang terjadi dalam kehidupan dan hidup. Saya melihat semakin banyak masyarakat Indonesia yang mengenal apa itu WPAP, menyukai dan sampai akhirnya membanggakannya bahwa WPAP adalah milik bangsa Indonesia. Seperti bangsa Jepang yang bisa bangga mengatakan gaya gambar manga adalah milik mereka. Itulan impian saya saat ini. Dan saya ingin sekali mengatakan bahwa inilah impian kita semua, impian Indonesia” (Wedha, 2013)
Terlihat Wedha menaruh harapan yang besar pada penerus-penerusnya. Harapan Wedha ibarat doa yang dapat dihafal tanpa kalimat apapun. Doa itu terbawa kemana-mana pada setiap pundak WPAPer Indonesia. Ada ungkapan yang mengatakan “berdoalah seperti kau mengayuh sepeda”, berdoa terus menerus dapat membuat kita dekat dengan tujuan. Hal ini bukan berarti kita harus selalu menggantungkan diri pada harapan semata, namun di atas semua itu, harapan akan senantiasa mendekatkan kita pada kenyataan yang kita inginkan. “Jangan menyerah” adalah ungkapan yang tepat untuk selalu menciptakan harapan. Terus berkarya, dan bawa WPAP kalian kemana saja dekat dengan hati dan dekat dengan bangsa sendiri.

sumber foto buku gus dur dalam obrolan gus mus huseinmuhammad.net

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon